KORUPSI DANA BLU UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


Oleh : Dadang Restu F


Kasus penyimpangan yang terjadi pada BLU Universitas Jenderal Soedirman pada intinya merupakan kasus penyalahgunaan dana operasional BLU sehingga menyebabkan kerugian negara. BLU merupakan instansi yang diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan sesuai praktik bisnis yang sehat. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 dan perubahanya, dinyatakan bahwa pengelolaan BLU fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU diarahkan dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam kasus BLU Universitas Jenderal Soedirman jelas tidak mencerminkan pola pengelolaan BLU dalam menjalankan praktik bisnis yang sehat, karena adanya tindak pidana korupsi atau bisa kita katakan sebagai penggelapan dana. Dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk pengelolaan lahan bekas tambang pasir dan pemberdayaan masyarakat sekitarnya disalahgunakan oleh oknum tertentu, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Artinya bahwa pada kasus ini BLU tidak mampu memanfaatkan kewenanganya dalam fleksibilitas pengelolaan keuanganya untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat seperti yang telah dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005.

BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian/lembaga yang bertugas untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat yang pengelolaanya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induknya. Dengan kata lain, BLU diharapkan dapat membantu pekerjaan pemerintah untuk mencapai tujuan negara atau bisa kita simpulkan bahwa BLU harusnya dapat membantu tugas pemerintah untuk memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. BLU juga diharapkan dapat meringankan beban pembiayaan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena BLU sendiri memiliki pendapatan dan dapat mengelolanya secara mandiri, sehingga tidak bergantung kepada dana APBN. Berkebalikan dengan asas dan harapan tersebut, BLU yang diharapkan dapat membantu pemerintah justru menyebabkan kerugian bagi negara, dana untuk memberikan pelayanan digunakan oleh oknum yang tidak bertangnggung jawab untuk memperkaya diri sendiri, dan kegiatan pelayanan tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 dan perubahannya disebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan BLU adalah hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau dari badan lain yang harus diperlakukan sesuai peruntukannya. Dalam kasus ini hibah berasal dari PT Antam (Aneka Tambang) yang diberikan kepada BLU Universtas Jenderal Soedirman untuk dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan lahan bekas tambang pasir dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Artinya ada penyimpangan dalam pengelolaan pendapatan BLU, dana hibah tidak diperlakukan sesuai peruntukanya, dana diharapkan oleh PT Antam agar dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar bekas tambang bukan untuk memperkaya oknum-oknum tertentu.

Jika memang dalam pengelolaan dana tersebut terdapat surplus, karena BLU memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, bukan berarti bahwa BLU bebas memanfaatkan dana yang ada untuk kegiatan apapun bahkan dalam kasus ini digunakan untuk memperkaya diri sendiri oleh oknum oknum tertentu. Sudah jelas bahwa ada peraturan yeng mengatur pengelolaan kas BLU, seperti yang tertuang dalam pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 dan perubahanya dinyatakan bahwa pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang sehat. Artinya, pengelolaan kas BLU harus ditujukan dan mampu untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat secara berkesinambungan.

Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 disebutkan bahwa dalam pengelolaan kas, BLU menyelengarakan hal-hal tertentu untuk mengelola kas, seperti melakukan ivestasi jangka pendek dengan resiko keuangan rendah dan cara lain. Artinya kas yang ada di BLU tidak bisa serta merta digunakan secara sewenang wenang apalagi dengan cara melakukan tindakan melawan hukum.

Dengan adanya penyimpangan penyimpangan yang kaitanya dengan keuangan negara khususnya dalam pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU), memberikan gambaran kepada kita betapa masih kurangnya pembinaan mengenai pengelolaan BLU dengan baik dan benar serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Maka dari sini harus dilakukan beberapa tindakan untuk menindak tegas dan supaya kasus yang sama tidak terulang kembali maka harus ada tindakan preventif untuk mencegahnya.

Kasus yang dialami oleh BLU Universitas Jenderal Soedirman seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa terjadi beberapa penyimpangan mengenai pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU). Dalam menanganinya harus dilakukan beberapa tindakan seperti menindak tegas oknum pelaku penyimpangan dan agar tidak terulang kembali harus dilakukan tindakan preventif seperti pembinaan, memperkuat peraturan dan memperkuat lagi sistem pengawasan internal dalam Badan Layanan Umum (BLU).
Untuk menjaga pelaksanaan pengelolaan BLU maka sebaiknya dilakukan kegiatan pengawasan agar pengelolaan BLU dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan pengelolaan BLU  tersebut dapat dibentuk Dewan Pengawas. Dewan Pengawas ini bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran dan peraturan perundang undangan. Beberapa kewajiban dari Dewan Pengawas adalah memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam melaksanakan pengelolaan BLU serta memberikan masukan, tanggapan dan saran atas laporan keuangan dan laporan kinerja BLU. Dengan dilaksanakanya pengawasan diharapkan Pejabat Pengelola BLU tidak melakukan  penyimpangan terhadap pengelolaan BLU.

Selain itu, pengawasan dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP). BPKP adalah badan atau lembaga pengawasan yang melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya.Kedudukan BPKP yang terlepas dari semua Kementerian atau Lembaga diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan objektif. BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya audit atau represif. Kegiatan sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai dilakukan BPKP. Sedangkan audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Selain pelaksanaan pengawasan, mengacu kepada Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 yaitu melakukan kegiatan pemeriksaan. Kegiatan pemeriksaan sendiri bertujuan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kegiatan pemeriksaan sendiri dapat dilakukan oleh pemeriksa internal maupun pemeriksa eksternal. Untuk menjaga dan menilai kegiatan pengelolaan BLU maka fungsi pemeriksaan harus ada di dalam Organisasi Satker BLU tersebut. Fungsi pemeriksaan dilaksanakan oleh Satuan Pemeriksa Intern (SPI), namun apabila BLU belum memungkinkan untuk membentuk SPI maka fungsi pemeriksaan diserahkan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Sedangkan untuk pemeriksaan eksternal dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan BLU, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan pengawasan intern pemerintah. BPK dapat melakukan pengawasan atas keuangan, kinerja BLU dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu untuk memeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan negara, pemeriksaan investigatif dan pengawasan atas pengendalian intern BLU.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan system pengendalian internal dari masing masing organisasi Satker BLU. Internal control ini adalah kegiatan untuk meminimalisir terjadinya resiko kecurangan atau penyimpangan. Sistem pengendalian internal harus ditingkatkan dan juga harus didukung oleh sumber daya manusianya sendiri melalui komitmen yang kuat untuk melaksanakan kegiatan dengan penuh tanggung jawab dan integritas, yang dapat dibentuk melalui pembinaan dari instansi-instansi terkait.

Kemudian yang terakhir adalah dengan melakukan tindakan tegas kepada para oknum pelaku penyimpangan atau kecurangan dalam pengelolaan BLU. Tindakan tegas dapat memberikan efek jera dan sekaligus memberikan gambaran kepada Pejabat Pengelola BLU yang lain bahwa yang dilakukan oleh oknum oknum tersebut merupakan tindakan yang salah, melawan hukum, dan mengakibatkan kerugian kepada negara sendiri.

Comments